Allah sangat dominan dalam
surat-surat Yohanes, kata “Allah” dipakai enam puluh tujuh kali, dan “Bapa”
delapan belas kali, enam belas diantaranya merujuk kepada Allah. begitu
seringnya Allah disebut dalam surat ini. Selain daripada itu ada juga hal-hal
yang ditekankan, “Allah adalah terang” (1 Yoh. 1:5), dan “Allah adalah kasih”
(4:8, 16).
Hubungan
Allah dengan Kristus
Hubungan
Allah dengan Kristus dan hubungan Allah dengan umatNya menjadi central
pembahasan dalam karya keselamatan bagi orang percaya. Dimana kata “Anak Allah”
berulang kali disebut dalm surat ini (misalnya 1 Yoh 3:8; 4:9, 15; 5:5, 10).
Dengan arti lain bahwa frase ini sangatlah penting, dimana melalui pernyataan-
pernyataan ini dapat diketahui bagaimana hubungan Yesus dengan Bapa. Dalam
pasal I Yohanes 5: 10 “Barangsiapa percaya kepada Anak Allah, ia mempunyai
kesaksian itu di dalam dirinya; barangsiapa tidak percaya kepada Allah, ia
membuat Dia menjadi pendusta, karena ia tidak percaya akan kesaksian yang
diberikan Allah tentang Anak-Nya.”
Allah berbicara mengenai kesaksian yang diberikan Allah tentang AnakNya, dalam
hal ini dapat diketahui bahwa memberikan kesaksian itu mengikat orang dan bahwa
sang penulis surat ini mempunyai gagasan yang berani bahwa Allah mengikatkan
diri pada Yesus.[1] Didalam I Yohanes 2:23 gagasan
ini semakin dipertegas lagi, jikalau meyangkal Anak berarti tidak memiliki
Bapa, sedangkan mengakui Anak berarti memiliki Bapa. Berjalan menurut kemauan
kita sendiri, sehingga kita tidak lagi memiliki ajaran Anak berarti seseorang
tidak memiliki Allah, sebaliknya tinggal dalam ajaran-ajaran Anak berarti
memiliki Bapa maupun Anak (II Yohanes 9), sebab dapat diketahui bahwa Bapa
sendirlah yang mengutus AnakNya yang tunggal kedalam dunia (1 Yoh. 4:9-10)
Hubungan
Allah dengan UmatNya
Dengan
jelas dalam surat Yohanes kasih Allah dinyatakan melalui tulisan Yohanes, sebagai
contohnya dalam 1 Yohanes 2: 5.“ Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu
sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada
di dalam Dia.”,
melalui nats Firman Tuhan ini jelas sekali bahwa “Allah adalah Kasih” (1 Yoh. 4: 8, 16). Sebagai orang percaya yang
mampu mengenal kasih, bukan dari kasih orang percaya kepada Allah melainkan
dari kasihNya kepada orang percaya dengan mengutus AnakNya sebagi pendamai bagi
dosa-dosa kita (1 Yoh. 4:10).
Dalam
surat 1 Yohanes 4:4 “Kamu berasal dari Allah, anak-anakku, dan kamu telah
mengalahkan nabi-nabi palsu itu; sebab Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar
dari pada roh yang ada di dalam dunia.” Pernyataan dalam nats ini memberi
penekanan bahwa seseorang itu pada hakikatnya berasal “dari Allah”, hal ini
didukung dengan beberapa nats lain ( I Yoh. 5:19; III Yoh 1:1). Satu hal yang
lain bahwa seseorang yang percaya tetap dituntut untuk “tetap berada” didalam
Allah (I Yohanes 4: 16),fase ini memberikan penekanan bahwa orang percaya tidak
bisa lepas dari Allah.
Dari
beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Allah Bapa sendiri sangat
berperan banyak dalam karya keselamatan bagi orang-orang yang percaya kepada
Dia. Jikalau tanpa Allah Bapa, barang kali belum ada jalan keselamatan itu.
Apalagi hal kerajaan surga. Melalaui karya Bapa disurga yang begitu luar biasa,
dengan itu seseorang memperoleh jalan keselamatan, bahkan mendapatkan kerajaan
Surga.
Serahkanlah hidupmu kepada Allah Bapa
yang dapat mengubahkan hidupmu menjadi berharga, menjadi berarti dan menjadikan
indah di dalam kemuliaan gambaran Tuhan yang agung. Allah telah
berjanji dan Dia tidak akan pernah mengingkarinya. Percayakepada Dia bahwa Ia dapat dan akan
memperbaharui dan menjadikan
seseorang hidup baru.
PERAN YESUS KRISTUS DALAM KARYA
PENYELAMATAN
Dalam konteks penulisan surat
ini, penulis menghadapi munsuh yang sangat kuat, sebagian dari kelompok ini berasal
dari orang yang pecaya (I Yohanes 2:19), namun sebagian lagi tetap memengang
teguh kepercayaannya ( III Yohanes 9), dan sebagian lagi dari anatara mereka
ada yang mengaku bahwa mereka diilhami Allah ( I Yohanes 4:1-3). Yang mejadi pertanyaannya bagaimanakah orang
Kristen atau orang percaya mampu melihat dan mengetahui siapa yang benar dan
siapa yang salah dalam kontek ini? Dengan latar belakang ini dapat melihat
dengan lebih jelas lagi maksud dan tuijuan surat ini ditulis.
Yesus
Kristus Sebagai Anak Allah
Frase yang mengatakan “Siapakah pendusta itu? Bukankah dia yang menyangkal bahwa Yesus adalah
Kristus? Dia itu adalah antikristus, yaitu dia yang menyangkal baik Bapa maupun
Anak” (I Yohanes 2:22), melalui pernyataan ini dapat dilihat bahwa yang munsuh
yang dihadapi tidak hanya menyangkal Yesus saja dengan mengatakan bahwa Dia
bukanlah Kristus, melinkan juga meyangkal Bapa, sebab memandang Allah bukan
sebagai Pribadi yang mengutus AnakNya untuk menjadi juru selamat manusia.
Menyangkal Yesus Kristus itu
dari Allah atau Anak Allah berarti menolak Allah yang telah mengasihi manusia.
Hal ini begitu fundamental sehingga orang-orang yang tidak percaya akan
keberadaanNya demikian dikatakan oleh Rasul Yohanes dalam II Yohanes 7 “adalah
si penyesat dan antikristus”, “sebab barangsiapa menyangkal Anak, ia juga tidak
memiliki Bapa. Barang siapa mengaku Anak, ia juga memiliki Bapa” (I Yohanes
2:23), dengan kata lain bahwa Bapa dan Anak itu tidak dapat dipisahkan,
merupakan suatu kesatuan yang utuh. Tidak mengakui Yesus berarti tidak termasuk
anggota umat Allah, melainkan termasuk golongan antikristus (I Yohanes 4:3),
dengan demikian seseorang perlu mengakui bahwa Yesus adalah Anak Allah (I
Yohanes 5:5), dan percaya kepada namaNya (I Yohanes 3:23), seperti FirmanNya
yang tertulis “Semuanya itu kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya
kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal” (I Yohanes
5:13).
Penggunaan
kata “kematian” dan
“hidup” di dalam I Yohanes 5: 16-17ini adalah kata-kata yang biasa digunakan
Rasul Yohanes. Ketika Yohanes melihat di dalam Injil atau pun di dalam ketiga
suratnya ataupun dalam Kitab Wahyu, Yohanes selalu menggunakan kata ‘thanatos’
untuk mengacu kepada kematian kekal dan ia menggunakan kata ‘zoe’
yang mengacu pada kehidupan kekal. Oleh sebab itu, berhubungan dengan melakukan
dosa yang mendatangkan maut Yohanes berkata, “Tentang itu kukatakan bahwa ia
harus berdoa.” Karena ini berhubungan dengan penghukuman kekal yaitu dosa yang
tidak dapat diampuni.
Alkitab berkata bahwa bagi Allah satu hari sama
dengan seribu tahun dan seribu tahun sama dengan satu hari ( II Petrus 3:8),
dan sungguh di dalam Alkitab tidak pernah tercatat bahwa ada orang entah itu
Adam atau pun Metusalah atau orang lain yang pernah hidup selama “satu hari”
bagi Tuhan. Jadi kata ‘thanathos’ atau kematian ini mengacu baik
kepada kematian fisikal maupun kepada kematian rohani.
Ketika manusia menyangkal Bapa mungkin ia dapat
diselamatkan oleh Anak, dan jika manusia menentang Anak mungkin ia dapat datang
mengenal Allah melalui Roh Kudus, namun ketika manusia menolak Roh Kudus tidak
ada pengampunan bagi-Nya, ia akan terhilang untuk selama-lamanya.
Yesus
Kristus Sebagai Pendamai
Terdapat hal
yang sangat penting berkenaan dengan peran Yesus Kristus dalam surat I Yohanes yaitu
Dia sebagai pendamai, dikatakan dalam I Yohanes 1:7 “jika kita
hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh
persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan
kita dari pada segala dosa.” Sangat jelas sekali bahwa melaui kematian Yesus
Kristus sesorang diselamatkan.
Berbicara
mengenai pendamaian, perlu dimengerti makna sebenarnya, istilah pendamaian ini
diterjemahkan dari kata “katallage” yang beraswal dari kata
kerja “katallaso” secara normal
diterjemahkan ‘penyesuaian’ perbedaan yang menimbulkan permunsuhan antara dua
pihak dengan menggunakan alat penukar tertentu.[2]
Pengertian ini lebih mudah dimengerti denganmakana teologisnya, yang mana
karena pertobatan seseorang dari dosa-dosanya dan memiliki iman kepada Yesus
Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat pribadi, maka peseteruan antara manusia
dengan Allah dihancurkan, dan juga setelah itu akan terjadi perbaharuan
hubungan atau ststus antara kedua belah pihak, dari seteru menjadi sekutu
Allah, hal ini juga diungkapakan dalam Roma 5: 10-11.
Chris
Marantika dalam bukunya Soteriologi & spiritual Life berpendapat bahwa
konsep pembenaran sendiri jikalau dilihat lebih dalam memiliki dua sisi, yaitu
sisi aktif serta obyektif dan sisi pasif serta subyektif.[3]
Sedangka pembenaran sendiri pada dasarnya dibuktikan dengan kesucian hidup
orang “Sebab Siapa yang telah mati (harafiah: dibenarkan), ia telah bebas dari
dosa” (Roma 6:7). Dengan kata lain bahwa orang percaya sudah dibebaskan dari
dosa, sehingga dosa tidak lagi menguasai diri orang percaya. Namum
perlu diingat bahwa Erickson dalam bukunya Teologi
Kristen berpendapat bahwa Iman bukan merupakan penyebab keselamatan seseorang,
melainkan adalah saran peyalurnya kepada masnusia.[4] Iman sendiri harus
mempunyai isi; harus ada kepecayaan atau keyakinan akan Allah, memiliki iman
kepad Kristus untuk keselamatan berarti memiliki keyakinan bahwa Ia dapat
menghilangkan kesalahan dosa dan mengaruniakan hidup kekal.[5] Dalam I Yohanes 3:16
dikatakan “demikian kita ketahui kasih Kristus yaitu bahwa Ia telah meyerahkan
nyawaNya untuk (huper) kita”. Hal ini
juga dapat menunjuk keda suatu tindakan penggantian.[6]
Dalam
1 Yohanes 3:1-2, dan ayat 10, menyatakan pemahaman baru, dimana melalui
perbuatan Allah (pendamaian) yang mengizinkan orang percaya masuk kedalam
keluarga surgawi, dan juga ada beberapa ayat yang meyatakan bahwa “lahir dari
Allah” (I Yohanes 3:9; 4:7; 5:1, 4, 18). Dalam pandangan ini mengingat akan
ajaran mengenai kelahiran baru dalam Yohanes pasal 3, orang percaya yang telah
diubahkan dapat
berdiri di hadirat Tuhan Allah yang hidup yang Mahatinggi dengan sendirinya karena telah
diubahkan oleh Tuhan: “Sesungguhnya jika seseorang tidak dilahirkan kembali ia
tidak dapat melihat
Kerajaan Allah”
(Yoh 3:3). Dengan
demikian orang yang percaya telah
diubahkan oleh Tuhan sendiri, kehidupannya, jiwa, dan
hatinya
telah diubahkan, telah dilahirkan kembali oleh Tuhan. Hanya itulah yang membuat
seseorang dapat
diperkenankan
Tuhan dan dapat melihat wajah Allah.
Jadi dapat
diketahui bahwa orang
yang pecaya kepada Allah adalah anak-anak yang patut dimurkai oleh
Allah yang mati dalam
pelanggaran dan dosa-dosanya dan untuk menghidupkan kita Allah harus
melakukan sesuatu. Allah harus mengubah
posisi seseorang, Ia harus melahirkan kembali an Ia harus
meregenerasi orang
percaya. Seperti tertulis dalam Alkitab “Sebab oleh karena kasih karunia kamu
diselamatkan karena iman, itu bukan hasil usahamu tetapi pemberian Allah, itu
bukan hasil pekerjaanmu, jangan ada orang yang memegahkan diri” (Efesus 2:8-9).
Kemudian perhatikan kalimat berikutnya “karena kita ini buatan Allah diciptakan
dalam Kristus Yesus.
Orang yang percaya kepda Kristus adalah buatan Allah, diciptakan dalam Kristus
Yesus. Jika manusia mencoba untuk memperbaiki dirinya sendiri, ia menghadapi
keputusasaan yang tiada batas. Allah lah yang dapat melakukan semuanya itu.
Yesus Kristus Sebagai Pengantara
Orang Percaya kepada Bapa.
Selain dari
pada itu, peranan Yesus Kristus adalah pengantara orang percaya kepada Bapa (I
Yohanes 2:1) “Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu
jangan berbuat dosa, namun jika seorang berbuat dosa, kita mempunyai seorangpengantara
pada Bapa, yaitu Yesus Kristus, yang adil,” Dialah yang membela seseorang yang
sudah percaya ketika berdosa, Dialah “pendamai untuk segala dosa kita” (ayat
2), bukan hanya itu dikatakan lagi dalam (I Yohanes 4:10) bahwa Allah “telah
mengasihi kita dna yang telah megutus AnakNya sebagai pendamai bagi dosa-dosa
kita.”
Melihat
frase ini penulis surat ini (Yohanes) memiliki maksud tersendiri, hgal ini
berkaiatan dengan murka Allah, yang ditujukan kepada orang-orang berdosa, dan
bahwa kematian Kristus merupakan sarana untuk memalingkan murka tersebut.
Dengan alasan itu maka Yesus Kristus meyatakan diriNya seperti diungkapkan
dalam I Yohanes 3:5 “Supaya Ia menghapus segala dosa”. Pengantara dalam hal ini juga berhubungan dengan persekutuan orang percaya
dan Allah, baik melalui pencegahan dosa terhadap Allah. pada pihak Allah
penyesuaian itu terjadi seketika itu juga, pada pihak manusia tergantunng dari
pengakuan (I Yohanes 1:5-2:2). Hasil dari pengantara ini memberikan keyakinan
kepada orang percaya akan jaminan didalam Kristus, pengharapan bagi keselamatan
kekal, perlindungan dari bahaya-bahaya secara rohani dan fisik dalam kehidupan
dan jaminan akan penyucian akhir.[7]
Yesus Kristus Sebagai Juru Selamat Dunia
Kristus Yesus juga sebagai
“Juru Selamat Dunia” dalam I Yohanes 4:42
mengungkapkan “Dan kami telah melihat dan bersaksi, bahwa Bapa telah
mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia.”, melalui pernyataan ini bukan berarti bahwa dengan adanya Juru Selamat
dunia pada akhrirnya semua orang akan diselamatkan, namum mengandung pengertian
yang luas bahwa keselamatan juga tidak hanya mencakup sekelompok orang saja
(misalnya bangsa Yahudi), namum keselamatan itu cukup untuk kebutuhan semua
bangsa sampai diujung bumi.
Dengan landasan ini
maka Yesus Kristus sendiri berperan
dalam meyelamatkan masnusia dari lumpur dosa, yang pada dasarnya Iblis
yang bekuasa atas dosa itu sendiri (I Yohanes 3:8). Jikalau melihat pengorbanan
Allah seperti dituliskan dalam surat I Yohanes 5:11 “Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup
yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam Anak-Nya.” nats Firman Tuhan ini memberikan suatu jaminan pada
seseorang yang mengaku percaya kepada Yesus Kristus, dimana seseorang yang
memilki Anak, maka ia juga memiliki hidup; jikalau dilihat dari sudut pandang
yang lain bahwa seluruh pengharapan sebagi orang yang percaya akan keselamatan
bertumpu pada Yesus Kristus dan apa yang telah Dia kerjakan bagi manusia begitu
luar biasa.
Yesus Kristus Menghapus Dosa Manusia
Dalam konteks ini
Rasul Yohanes juga berbicara mengenai pengampunan, “kita mengaku
dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala
dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan” dan “ku menulis kepada kamu, hai anak-anak, sebab dosamu telah
diampuni oleh karena nama-Nya.” (I Yohanes 1:9 dan 2: 12). Yesus
Kritus sendiri yang memberikan pengampunan atas segala dosa-dosa manusia bahkan
melalui pengorbananNya menyucikan manusia dari segala kejahatan yang pada
dasarnya ada didalam dunia ini.
Begitu penting
sekali ketika Yesus menghapuskan dosa manusia, sebab dapat diketahui bahwa
semua orang telah berdosa (I Yohanes 1:8-10). Sedikit melihat refrensi dari
Perjanjian Lama, dimana jikalau melihat frase yang memberikan pernyataan; Sejauh Timur dari barat
demikian Allah telah memindahkan dosa-dosa kita dari diri kita. Dalam Yesaya 44
nabi ini berkata bahwa “Allah telah menghapuskan segala dosa pemberontakanmu
seperti kabut yang diterbangkan angin dan sekarang dosamu seperti awan yang
tertiup.” Dan dalam pasal 44 ini nabi besar ini juga berkata, “Dan setelah
dosamu seperti awan yang tertiup kembalilah kepada-Ku sebab Aku telah menebus
engkau!” Hosea berkata, “Roh Allah telah melemparkan dosa-dosamu ke dalam
samudera.”
Segala
sesuatu yang telah dikerjakan Allah terhadapa manusia berjalan berdasarkan
keyataan bahwa mereka adalah orang yang berdosa. Sejak berabad-abad yang lalau
dapat diketahui bahwa Allah telah mengutus para nabiNya untuk memberitahukan
kepada manusia untuk berpaling dari dosa, dan puncak dari itu adalah kedatangan Anak Allah untuk menghapus segala
dosa. Dalam I Yohanes 3: 4 dijelaskan bahwa dosa itu ialah pelanggaran hukum,
dosa itu berarti menolak untuk taat kepada hukum Allah dan mengikuti
kehendaknya sendiri. Dosa itu dilihat sebagai suatu hal yang sangat mengerikan,
jikalau dilihat dlaam latar belakang kasih Allah yang dengan jelas ditunjukkan
dalam surat Yohanes ini. Dosa pada
hakekatnya mementingkan kehendak manusia itu sendiri, dnaa mencari kentungan
diri sendiri , ini merupakan seseuatu hal yang sangat mengerikan. Sesungguhnya,
“ barang siapa yang tetap berbuat dosa, berasal dari Iblis” (I Yohanes 3:8).
Allah
menyediakan provisi spiritual bagi semua umat manusia.[8] Inilah
apa yang telah Allah lakukan kepada manusia. Ini adalah tujuan Juruselamat itu datang ke dunia, yaitu
agar Ia menyelamatkan umat-Nya dari dosa-dosa mereka. Dan inilah apa yang Yesus
Kristus telah
lakukan bagi manusia.
KEHIDUPAN
KEKRISTENAN SETELAH MEMPEROLEH KESELAMATAN
Kehidupan kekeristenan sendiri
pada dasarnya sifatnya dengan sepenuh hati. Hidup Kristen artinya sangat erat
dengan menolak dosa secara total, sebagi man diungkapkan dalam I Yohanes 3:6 “Karena itu
setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi; setiap
orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Dia.” Hal
ini samahalnya dengan ungkapan “Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa
lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa,
karena ia lahir dari Allah” (ayat 9).
Hidup dalam Kasih
Kata kasih dalam konteks
pembahwasan ini mendapat perhatian khusus, karena pemakaian kata “agape” muncul sebanyak 21 kali dalam
surat-surat ini; kata “agapaoo”
sebanyak 31 kali; dan kata “agapetos”
sebanyak 10 kali. Nats Alkitab dalam
surat Yohanes yang paling penting dalam hal ini adalah I Yohanes 4:10 “Inilah kasih
itu: Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi
kita dan yang telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita”
bukan hanya itu dalam I Yohanes 3:16 dikatakan “Demikianlah kita ketahui kasih
Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kitapun
wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita.” Frase ini
menunjukkan bahwa kasih itu menjadi hal yang paling central, Kasih Allah
terhadap manusia, baik juga respon manusia untuk mengasihi Allah karena Ia
terlebih dahulu mengasihi manusia.
Yang menjadi dasar atau latar
belakang adanya pernyataan bahwa “Allah adalah kasih” (I Yohanes 4:8, 16).
Allah mengasihi manusia karena memang sudah menjadi bagianNya unruk mengasihi,
bukan karena adanya daya tarik manusia yang mendorong kasihNya atau karena
perbuatan-perbuatan manusia yang memikat hati Allah. sebagaimana dapat
diketahui , bahwa manusia pada hakekatnya adalah orang yang berdosa dan
karenanya tidak menarik untuk Allah. Allah mengasihi manusia, bukan karena
sifat manusia, melainkan kodrat diriNya. Sebagai manusia tidak akan dapat mampu
memahami arti kasih, jikalau bertitik tolak dari pihak manusia saja, namun
perlu bertitik tolak dari salib, dimana dapat melihat kasih Allah, kepada
orang-orang yang berdosa, yakni orang-orang yang kalau tidak ada tindakan pendamaian
oleh Yesus Kristus, hanya akan mengalami murka Allah sebagai hukuman atas
segala dosa-dosanya.
Jadi, pada dasarnya kasih
manusia kepada Allah itu merupakan tanggapan terhadap kasih Allah kepada
manusia, seperti yang diungkapakan dalam I Yohanes 4:19 “Kita
mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita,” Sedangkan dalam ayat 7 memberikan penegasan kalau “kasih
itu berasal dari Allah.”
Seseorang yang sudah
dilahirkan baru dengan sendirinya akan memiliki kemampuan untuk menjadi orang
yang mengasihi, mengasihi dalam hal ini ilah secara universal, karena semua
orang ialah sasaran kasih Allah. Mereka mengasihi Allah (I Yohanes 4:20-21;
5:5:2), dan mereka juga saling mengasihi (I Yohanes 3:23; 4:7); mereka juga
mengasihi saudar-saudara mereka ( I Yohanes 2:10; 3:14; III Yohanes 2). Dengan
demikian dapat diketahui bahwa kasih Allah itu “sempurna” dalam diri orang percaya
(I Yohanes 4:12). Sekali lagi kasih dannketakutan tidak dapat bersamaan, sebab
kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan (I Yohanes 4:17-18).
Iman memiliki peranan penting
dalam meyelenbggarakan kasih itu, dapat diketahui bahwa iman seseorang mampiu
mengalahkan dunia (I Yohanes 5:1-5). Menerima Kristus dengan iman berarti
menerima Dia dalam segala kemuliaanNya dan kuasa ajaibNya sebagaimana Dia ada.[9] Dan itulah kuasa yang
mengalahkan dunia. Dengan itulah orang percaya bertindak dalam iman sehari-hari
samapai dengan kemenangan daripada Tuhan.
Orang
Beriman Telah Pindah dari Dalam Maut Kedalam Hidup
Dalam surat I Yohanes 3:14,
memberikan pernyataan yang sangat indah dimana “Kita tahu, bahwa kita sudah
berpindah dari dalam maut ke dalam hidup, yaitu karena kita mengasihi saudara
kita. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tetap di dalam maut.” Dimana
demikian seseorang yang percaya akan memiliki hidup yang kekal (I Yohanes 1:2;
2:17; 5:11), yang paling ditekankan ialah dengan gagasan mengenai kata
“tinggal” (menggunakan kata kerja meno
dipakai sebanyak 27 kali,) kata ini sendiri dipakai untuk tinggal didalam Allah
(I Yohanes 2:6; 3:6), tetapi bisa juga untuk tinggal didalam terang (I Yohanes
2:10), tinggal dalam Anak dan dalam Bapa (I Yohanes 2:24), dan tinggal dalam
ajaranNya (II Yohanes 9). Selai pengertian itu, didalam diri orang percaya bisa
tinggal Firman Allah (I Yohanes 2:24), atau tinggal pengurapan (I Yohanes
2:27), atau hidup (I Yohanes 3: 17), atau kebenaran (II Yohanes 2). Allah juga
memberikan jaminan dari karyaNya, dimana Allah secara terus menjadi pembela
dalam pengadilan Allah (I Yohanes 2:1).
Dasar dari jaminan untuk keselamatan ini terletak pada manusia, tetapi pada Allah,
jaminan bagi oarang percaya berdasar pada pekerjaan Bapa, Putra dan Roh Kudus.[10] Dan yang paling terakhir
ialah Allah tinggal didalam diri orang percaya (I Yohanes 3:24; 4:12).
Hidup
Kristen sebagai penyangkalan Dunia
Hidup kristen, atau kehidupan
orang yang sudah percaya bisa dipandang sebagai wujud penyangkalan “dunia”.
Namun istilah yang dipakai ini bersifat netral (I Yohanes 2:2; 4: 9), namun
istilah ini lebih mengacu pada pengertian dunia yang melawan Allah dan umat
Allah. Dunia dalam arti ini tidak mengenal Kristus dan tidak megenal anak-anak
Allah (I Yohanes 3:1). Jikalau melihat relialita pada saat ini dunia ini
membenci umat Allah, sepeti yang tersirat dalam I Yohanes 3:1. Dengan demikian
tidaklah mengherankan jikalau dunia ini dikaitkan dengan nabi-nabi palsu,
antikristus, dan para peyesat ( I Yohanes 4:1, 3; II Yohanes 7), pada dasarnya
dunia dalam kuasa si jahat (I Yohanes 5:19).
Jelas sekali ditekankan dalam
I Yohanes 2:15 bahwa sebagai orang percaya ytidak boleh mengasihi dunia atau segala
sesuatu yang ada didalamnya. Namun Allah sendiri mengsihi dunia, seperti
dikemukakan dalam Yohanes 3:16, tetapi untuk memperjelas, yang dimaksudkan
dengan dunia disini bukanlah “keduniawian”. Dunia yang dimaksudkan disini
berarti manusia yang ada didunia ini; Allah mengasihi mereka sehingga mengutus
AnakNya untuk mejadi Juru Sleamat Manusia.
Dalam I Yohanes 2:15,
dikatakan “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di
dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam
orang itu.” Hal ini memiliki arti seseorang yang sudah percaya akan
Allah tidak boleh mengarahkan kasihnya kepada dunia sekarang ini, tidak boleh
meyibukkan diri dengan perkara-perkara duniawi. Penekanan kepada kehidupan
murni dan khusus berlandaskan pada kenyataan bahwa kita adalah umat Allah,
hubungan seseorang degan Allah dan perilakunya meuntut bahwa memiliki cara
hidup yang berbeda dengan dunia.[11] Rasul Yohanes memberikan
peringatan kepada seseorang terhadap dangkalnya keduniawian itu dan sifatnya
yang begitu fana (I Yohanes 2:16-17). Segala sesuatu yang berhubungan dengan
Injil sejati senantiasa terbuka, tidak sembunyi-sembunyi. Kebenaran sejati
adalah terang yang menyinari segala sesuatu.[12]
DAFTAR PUSTAKA
Baxter, J
Sidlow Menggali Isi Alkita. Jakarta:YKBK.
2008. jil 4 Roma-Wahyu..
Chapman,Adina
Pengantar Perjanjian Baru. Bandung:
Yayasan Kalam Hidup. 2004.
Enss, Paul The Moody Handbook Of Teology. Malang:
Literatur Saat, 2010. Jil 1
Erickson,
Millard J. Teologi Kristen. Malang:
Gandum Mas. 2004. Vol. 3.
Guthri,
Donald Teologi Perjanjian Baru,diterjemahkan
oleh: Jan S. Aritonang. Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2001.
Marantika, Chris Doktrin Keselamatan dan Kehidupan Rohani. Yogyakarta:
Iman Press. 2007
Morris, Leon Teologi Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas. 2006.
Ryrie, Charles C. Teologi Dasar. Yogyakarta: Andi Offset. 2010.
Walvoord,
John F. Yesus Kristus Tuhan Kita. Surabaya:
Yakin. tt.
[1]Leon Morris, Teologi Perjanjian Baru, (Malang: Gandum Mas. 2006), 399.
[2]Chris Marantika, Doktrin Keselamatan dan Kehidupan Rohani, (Yogyakarta: Iman Press. 2007), 100.
[3]Ibid.
[6]Donald
Guthri, Teologi Perjanjian Baru,pen.,
Jan S. Aritonang, (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2001), 96.
[11]Millard
J. Erickson, Teologi Kristen, (Malang:
Gandum Mas. 2004), Vol. 3, 208.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar